Imajinasi



Apa yang Lidya lihat dengan apa yang saya lihat, jauh berbeda. Di depannya boleh saja hanya sebuah kunci motor. Tapi yang menarik, Lidya melihatnya sebagai imajinasi dan saya melihatnya sebagai realita. Ini yang membedakan orang dewasa dengan anak-anak seperti Lidya. Percayalah, dunia anak sangat menakjubkan!
.
Einstein pernah bilang, "Imagination is more important than knowledge. For knowledge is limited to all we know and understand, while imagination embraces the entire world, and all there will be to know and understand."
.
Bikin pusing ya Bahasa Inggrisnya? Intinya, imajinasimu akan membawa ke banyak hal yang unik dan tak terbatas. Maka, sebisa mungkin kita jaga imajinasi kita walaupun kadang dibilang gendeng dan aneh sama orang. Biar kalau lagi main sama anak-anak, kita bisa "nyambung" ke dunianya. Biar kalau dewasa nanti, ia punya bekal untuk melihat dunia dengan cara yang menyenangkan.

azek.

Bocah Riang di Jiwaku



aku selalu salut pada siapa saja yang memelihara jiwa kanak-kanak dalam dirinya. jiwa kanak-kanak yang abadi selalu membuatku happy. imajinasi liar, rasa peduli dan penasaran tinggi, tingkah nggak kenal rasa takut, dan kasih sayang yang tulus. ooooooh!

wahai bocah riang di jiwaku, tetaplah seperti itu, meski waktu terus melaju dan keras hidup terus menghimpitmu, meski banyak orang bilang kelakuanmu layaknya anjing, sesungguhnya mereka lupa bahwa anjing akan setia mati, kalau diperlakukan dengan benar. 

ooh bocah riang di jiwaku, tahun-tahun masih menunggu, banyak pertemuan dan perpisahan menanti di depanmu. jadilah seorang visioner yang menikmati hari ini dan belajar dari sejarah.

ooh bocah riang di jiwaku, teruslah berjuang sekuatmu sampai kamu nggak usah bingung kapan ketemu jodohmu, tapi jodohmu yang bingung kapan ketemu kamu.

seperti kata Sutan Sjahrir, "hidup yang tak diperjuangkan, tak dapat dimenangkan." 

Teman Hidup

Sulastri, kita memang tak tahu ke arah mana Tuhan menggiring kaki kita. kita tak tahu bagaimana Tuhan menjalankan rencanaNya pada kita. ada teman yang pas kuliahnya berprestasi, tapi sampai sekarang belum dapat kerja. ada teman yang waktu kuliahnya "njancuki", eh dia malah lebih dulu dapat kerja. Yah, namanya juga hidup, Las. sekarang bukan zamannya lagi pintar/bodoh, tapi sudah nasibnya/belum nasibnya. tak ada yang perlu diratapi ya to?

Las, kamu tau apa yang pasti di hidup ini? ketidakpastian. brace yourself! manusia boleh saja bermimpi dan berencana ini itu, tapi kalau Tuhan nggak mengizinkan, ya tetap saja tak akan terjadi. jadi, besok kalau pacarmu sudah menjanjikan kamu kepastian hidup ini-itu, segera tatap matanya dalam-dalam, pegang dagunya, dekatkan bibirmu ke bibirnya, dan berbisiklah perlahan, "ndasmu mz" ehehe. 

bukan-bukan. maksud saya, Allah kan pernah berfirman di QS 1:216 bila yang kamu senangi belum tentu yang terbaik buatmu kan, Las? 

oh Lastri, tenang saja. yang bisa kita lakukan sekarang adalah saling memahami dan menguatkan. terus saja kita berdoa untuk masa depan. sesungguhnya Tuhan sedang melihat sekeras apa kita berusaha dan sekencang apa kita berdoa. kalaupun belum ada hasil yang signifikan dalam usaha kita, tak apa-apa. toh ya nggak ada pekerjaan yang sia-sia di dunia ini, karena pekerjaan paling sia-sia di muka bumi ini adalah memberi nasehat pada orang yang sedang jatuh cinta. 

uhuk, siapa itu?

Meninggalkan dan Ditinggalkan

Ningsih, kalau seseorang pergi dari hidupmu nanti, kamu nggak usah takut atau sedih, Ning. Kita tidak pernah bisa merencanakan pertemuan dengan seseorang, lalu kenapa kita harus bersedih karena perpisahan? Sudah jadi kodrat manusia untuk tidak diam di tempat yang sama. Urusannya hanyalah, apakah kita yang meninggalkan atau malah yang ditinggalkan. Dan kepergian yang paling dekat adalah; kematian.

Time flies, People change, Ning.
Ada yang dulunya sering main bareng, sekarang udah sibuk sama urusannya sendiri-sendiri. Ada yang dulunya suka memanggil Sayang sekarang berubah panggilannya menjadi Asu. Ada yang dulunya selalu tak sabar ingin bertemu, sekarang saling membuang muka saat berpapasan. Ada yang dulunya sering menanyakan kabar, sekarang malah saling unfollow di media sosial. Ada yang dulunya bilang sabar menunggu dinikahi, sekarang malah sudah menikah duluan. ehe.

Oh, Ningsih kekasihku. Jangan menggantungkan nasibmu pada orang lain. Persiapkan dirimu. Suatu hari nanti kita pasti merasakan yang namanya kehilangan teman-teman, kehilangan harta, kehilangan cinta, kehilangan saudara, kehilangan orang tua. Namun mau bagaimanapun, jangan sampai kamu kehilangan diri sendiri. Dirimu lebih besar daripada kesedihan dan ketakutan-ketakutan tak berdasar. 

Kalau hatimu dilukai kekasihmu, kecewa karena dikhianati, merasa hina karena dicampakkan, dan merasa tak berguna karena tak dihargai, jangan menyerah, Ning! Esok hari, kita akan jauh lebih kuat lagi selama kita mau belajar dari masa lalu. Ingat, Ning. Jangan biarkan masa lalu mempecundangimu dan masa depan menciutkanmu!

Dan kamu tahu Ning, siapakah yang tak mungkin memberimu janji palsu, meninggalkanmu, menyakitimu, mengecewakanmu? Dialah Allah SWT.

Mengenal Ibu

Dik, pernah nggak kamu berpikir tentang seberapa jauh kamu mengenal ibumu?

Apa kamu ingat hari ulang tahunnya atau tanggal pernikahannya? Apa kamu tahu model pakaian yang ia sukai? Apa kamu tahu warna favoritnya? Ukuran sepatunya? Jenis sepatu apa yang dia sedang inginkan? Makanan kesukaannya? Kebiasaannya ketika tidur? Hal apa yang sering ia ceritakan berulang kali? Hal apa yang membuatnya bahagia? Hal apa yang membuatnya sedih?

Aku rasa, setelah sekian tahun kita hidup, ternyata ada banyak hal yang mungkin kita tidak ketahui tentang ibu kita sendiri. Sedangkan ia? Hampir semua hal tentang kita dia ketahui

Dik, meski ibu kita sering disindir lewat meme yang dibuat orang-orang karena sering lupa mematikan lampu sign dan lupa memakai helm saat ia naik motor, tapi aku yakin ia akan ingat detail dimana letak gunting kuku, remote TV, kuncir rambut, kunci atau kacamata ketika kamu bertanya kebingungan. Hehehe, iya kan?

Nah dik, kalau ibumu sekarang masih hidup, jangan malu dan gengsi bilang sayang atau kangen sama ibu. Kalau ibu telepon, dengarkan ceritanya walau sudah diceritakan berkali-kali. Kalau ibu SMS, balas sesegera mungkin. Coba juga sesekali ajak ibumu jalan-jalan sambil iseng mengambil foto disana-sini. Awalnya memang repot, tapi toh waktu kita membersamainya juga terus berkurang karena ia juga terus menua. Who knows?

Ah, mungkin memang kita yang harus berubah ya dik? Mulai lebih memperhatikan hal detail tentang ibu kita. Jangan melulu membalas cinta pasangan karena cinta ibu lebih layak untuk kita balas. Kamu tahu kan rasanya cinta yang tak berbalas itu menyakitkan?

Lebaran


Dek, setelah sebulan penuh berpuasa, alhamdulillah akhirnya hari ini kita diberi kesempatan untuk merayakan hari kemenangan. Namun, apa iya kita benar-benar menang?

Apa kita benar-benar memanfaatkan bulan Ramadhan lalu sebaik mungkin untuk melatih diri kita sendiri untuk menahan hawa nafsu? Hawa nafsu itu banyak lho dek. Ada nafsu makan, nafsu amarah, nafsu seksual, dll. Apa kita sudah berhasil mengendalikan mereka? mengendalikan diri kita?

Kalau cuma menahan haus dan lapar sih, pengemis dan tuna wisma lebih jago daripada kamu. Lah kalau nafsu-nafsu yang lain? Susah lho dek. Kadang saya sendiri juga masih 'kecolongan' oleh nafsu-nafsu yang lain. Kalau kamu bagaimana?

Ah dek. Memang dasar manusia tempatnya berbuat dosa. Tinggal kita sendiri yang mau mencari kebenaran atau tidak. Jangan sampai kita mudah menyalahkan orang lain karena dosanya berbeda dengan kita.

Seperti kata Cak Nun, "Kalau kamu sudah merasa hidupmu benar dan orang lain salah, kalau shalat, Al Fatihah nggak usah dibaca lengkap. Ihdinassiratal mustaqiim nggak usah dibaca. Karena kita selalu mencari kebenaran, maka kita selalu Ihdinassiratal mustaqiim".

Ingat ya dek, lebaran itu ajang kita memperbarui diri. Bukan sebagai hari kebebasan untuk melakukan dosa seperti dulu lagi. Berlebaranlah secara biasa-biasa saja. Minta maaflah sebesar-besarnya. Gengsinya dikondisikan dulu sebentar, hehehe.

Dek, dimanapun kamu berada sekarang, saya ucapkan selamat berlebaran. Titip salam buat keluargamu yang inshaAllah bakal jadi keluargaku juga.

Penyelamat

Yang dia bicarakan bukan merk 
handphone terbaru, film yang baru keluar di bioskop, isu LGBT, Brexit, koruptor buronan negara atau konflik Natuna. Yang seringkali dia bicarakan adalah, "Besok, anak-anak ini mau dikasih makan apa?"

Orang-orang seperti Pak Puger itu ajaib. Mengurus dan merawat anak-anak penderita HIV/AIDS. Pekerjaan yang berat baik secara fisik maupun psikis. Tidak kalah melelahkannya dengan pekerjaan-pekerjaan robot berdasi di pusat kota sana. Pekerjaan yang kalau bisa, setiap manusia zaman sekarang terhindar darinya. Apakah hina? Tidak. Apakah buruk? Juga tidak. Tapi pokoknya kalau bisa, setiap orang tua menganjurkan untuk tidak menjadi seperti mereka (minimal menjaga jarak dengan mereka). Seolah-olah karena masa depannya tidak cerah karena terlampau dekat dengan salah satu penyakit paling mematikan di planet ini dan tak ada yang bisa dibanggakan dari pekerjaan semacam itu. Ya minimal jadi PNS sajalah, syukur-syukur jadi karyawan kantoran yang gajinya jelas dan ruangannya ber-AC. Soalnya kalau tidak begitu, mana bisa punya rumah, mobil, dan tabungan? Mau jawab apa kalau ditanya saudara-saudara pas lebaran?

Tapi banyak manusia zaman sekarang lupa bahwa aktivis-aktivis tersebut lebih unggul dalam kualitas jasmani dan rohaninya. Biar sering bersinggungan langsung dengan penderita HIV/AIDS, usia 42 tahun masih berdiri tegap dan sigap. Setiap momen juga ia syukuri dan gunakan sebaik mungkin untuk tidak menyia-nyiakan apa yang sudah Tuhan karuniakan pada manusia. Bayangkan, sambil cekikikan, ia menceritakan tentang beberapa anak asuhnya yang meninggal. Lalu dia dan malaikat ketawa cekikikan bersama-sama. Padahal kalau dipikir-pikir, kehilangan seseorang itu kan bisa sangat menyedihkan? Kok ya bisa anak asuhnya meninggal tapi masih bisa tersenyum dan melanjutkan hidup? Ah, mungkin karena mereka memandang kematian sebagai sesuatu yang agung dan mulia. Seperti kata Sudjiwo Tedjo, "Esensi Innalillah bukanlah Turut Berduka Cita seolah-olah kehidupan dunia ini adalah segala-galanya, tapi dari Tuhan kembali ke Tuhan. Dengan menyebutkan Turut Berduka Cita, maka di mindset-mu kehidupan di dunia adalah segala-galanya. Sayang banget kalau meninggalkan dunia. Kita harus mengajar dan mengingatkan keluarga yang ditinggalkan, bahwa kematian itu suci."

Di sisi lain, beberapa diantara kita bersedih hati karena belum mampu beli handphone keluaran terbaru. Beberapa diantaranya mengutuki keadaan karena tidak kunjung mendapatkan pekerjaan. Beberapa diantaranya lagi sedang menangis sendu mengeluhkan dirinya yang tidak bisa move on dari pacarnya yang ganteng/cantik. Itukah yang kita harapkan dari hidup ini? Mengejar kemewahan daripada kemuliaan? Menyia-nyiakan kemampuan manusia untuk bersyukur dengan keadaan?

Kemudian ia sejenak berdiri dan menyapu pandangan ke kerumunan anak-anak itu. Menatap lembut wajah polos anak-anak asuhnya satu persatu. Perasaan kasih sayang dan optimisme tergambar di wajahnya yang lelah. Di kantung matanya yang menebal. 

Menjadi Lelaki

"Mas, kalau ada perempuan yang bisa membuat mas lebih rajin ibadahnya. Bisa meluruhkan kebiasaan buruk mas. Bisa membuat hidup mas jadi lebih baik lagi. Bapak mau kok membantu mas untuk memperjuangkannya." Tiba-tiba ucapan bapak memecah kebisuan yang sudah satu jam ini melanda kami.

"Maksudnya?" Aku masih belum paham mengapa sepagi ini, bapak tiba-tiba mengajakku bicara hal itu. Atau mungkin, ibu memberitahu bapak tentang keinginanku untuk menikah muda? Entahlah. Yang jelas, terlihat dari raut wajahnya, bapak sedang ingin berbicara serius denganku kali ini. 

"Mas minta izin dulu sama dia. Kalau dia mengizinkan, nanti kita datang kerumahnya. Kita temui orang tuanya, minta izin untuk melamarnya dan segera menikah, kalau mas niatnya memang biar menjauhi zina." Jawab bapak santai. "Urusan kerjaan yang belum mapan atau uang yang belum cukup, nanti insha Allah bapak bantu sedikit-sedikit. Nanti dibantu juga sama Allah." 

Aku mulai paham kemana bapak menggiring pembicaraan ini. Sebagai seorang bapak yang jarang bertemu dengan anaknya, kegiatan apapun akan dijadikan sebagai quality time untuk saling berbicara mengenai apapun. Tentang kesibukan pekerjaan di kantor, tentang adik yang baru saja mengenal cinta pertamanya, tentang ibu yang selalu tenggelam dalam sinetron di TV, sampai tentang kasus pembunuhan dan dekadensi moral remaja yang sedang marak diberitakan di koran-koran. Kali ini, sambil mencuci mobil, bapak mengajakku bicara lebih dari seorang bapak pada anaknya. Ia mengajakku bicara sebagai seorang laki-laki dengan laki-laki.

Bapak berdehem, kemudian melanjutkan kalimatnya. "Mas, kalau dia bisa membuat pribadi mas jadi lebih bermanfaat. Kalau dia bisa mencambuk semangat mas dan menahan ego mas yang kadang nggak terkontrol itu. Kalau bersamanya, mas merasa bisa lebih dekat sama kebaikan. Kalau bersamanya, mas bisa lebih dewasa dan mengasihi orang lain. Jangan sekali-kali berhenti memperjuangkannya sampai dia bilang ke mas bahwa dia nggak mau diperjuangkan sama mas." 

Aku terdiam. Menanti kalimat yang akan dilontarkan bapak selanjutnya.

"Mas, perempuan manapun pasti ingin mendapatkan laki-laki yang paling bisa menghargai dan menghormatinya. Kalau mas sudah memberikan penghargaan dan penghormatan terbaik, maka perasaan cinta akan otomatis mengikuti. Perempuan manapun bisa mencintai mas. Kalau sudah begitu, jadilah laki-laki yang baik. Jangan suka memberi harapan palsu pada sembarang perempuan. Kaya zaman bapak dulu kuliah, banyak teman perempuan yang suka sama bapak, tapi bapak tetap milih ibumu. Yang lain bapak cuekin aja. Hebat kan?" Bapak tertawa. Memamerkan pengalaman masa lalunya. Membiarkan aku berpikir hebat. Aku rasa, bapak mana lagi yang seperti bapakku. Yang paling paham tentang bagaimana menjadi laki-laki sejati dan selalu mengajarkanku tentang bagaimana cara memuliakan perempuan.

"Mas, kalau ternyata dia mengizinkan mas untuk memperjuangkannya, lakukan dengan ikhlas. Mungkin kita memang sudah mengusahakannya dengan sungguh-sungguh, tapi bukan berarti dia sudah pasti jadi istri mas selanjutnya. Tugas mas cuma berusaha dan berdoa, setelah itu pasrahkan pada Allah. Dia yang Maha Tahu. Paham kan makna surat Al Baqarah ayat 216?" 

"Alhamdulillah, paham pak." Jawabku singkat.

"Dari kecil, bapak ngajarin mas untuk bersikap ksatria, maka berjuanglah dengan cara ksatria yang terhormat. Jangan sekali-kali menjatuhkan kehormatan diri sendiri, apalagi menjatuhkan kehormatan orang lain. Gengsi itu perlu, asal tidak berlebihan. Jangan meninggikan sesuatu sampai merendahkan diri sendiri dan jangan merendahkan sesuatu karena ketinggian kita. Dan cara paling terhormat untuk mencintai perempuan ya dengan menikah, mas."

Aku masih terdiam. Meresapi tiap kata yang dilontarkan bapak.

"Mas udah punya pacar? Atau sudah ada perempuan yang lagi ditaksir?" tanya bapak tanpa tedeng aling-aling. 

Aku tersenyum tipis. Menggelengkan kepala. "Insha Allah aku nggak pacaran lagi pak. Lagi nggak deket sama siapa-siapa juga. Ada sih yang lagi aku taksir, tapi entahlah. Masih belum yakin itu cinta beneran atau cuma kekaguman sementara aja."

"Ah, segera pastikan perasaanmu mas. Salat istikharah sama tahajjud. Minta kemantapan hati. Kalau memang mantap dia orangnya, bilang bapak. Kalau ternyata bukan, bilang bapak juga. Nanti bapak kenalin ke anak teman bapak." Jawab bapak sambil menyeka keringat di dahinya yang keriput.

"Maksudnya?"

"Iya. Nanti mas bapak jod-"

Belum sempat bapak menyelesaikan kalimatnya, lamat-lamat terdengar suara ibu memanggil dari dalam rumah. Menawarkan pisang goreng dan teh hangat sebagai "upah" mencuci mobil pagi ini.













Hari Pendidikan

Dik, manusia bisa dikatakan sukses jika ia benar-benar menjadikan dirinya berguna buat orang lain. Tapi sekarang, tidak banyak orang yang mau melakukannya. Bukan karena ia tidak mampu atau tidak mau, tapi karena ia lupa. Ia lupa akan hal-hal yang menjadikannya manusia. Ia keblinger oleh harta benda, gelar, pangkat, popularitas, dan kalah oleh kemaluannya.

Dik, tujuan kita bersekolah itu biar menjadi pintar. Orang tua kita menyekolahkan kita setinggi-tingginya biar terhindar dari kebodohan dan ‘kemiskinan’. (Kata ‘miskin’ disitu artinya bukan tentang uang lho ya dik? tapi tentang mental.) Nah sekarang ini, orang berlomba-lomba masuk SD favorit, SMP unggulan, SMA kelas internasional biar selanjutnya punya peluang besar untuk masuk universitas yang berkelas. Universitas yang berkelas itu diharapkan bisa mengantarkan kita untuk dapat pekerjaan, jabatan, status sosial dengan penghasilan tinggi dan fasilitas mumpuni. Bisa dibilang, pendidikan sudah menjadi sebuah investasi.

Lalu apa yang manusia lupakan dik? Ilmu tentang kebijaksanaan. Sekarang pendidikan bukan lagi mencari ilmu untuk menjadi seseorang yang bijaksana dan menjadi sebenar-benar manusia. Orang lebih suka bicara hal yang 'realistis', yaitu Uang. “Nggak ada uang, nggak bisa makan!” katanya. Akhirnya, orang-orang yang kelaparan, kemiskinan, kesusahan, kemelaratan, nelayan, petani, dan buruh itu jadi dianggap tidak realistis. Karena tidak realistis, manusia berbondong-bondong tidak ada yang mau menjadi mereka.  Padahal, mereka itulah yang lebih dekat dengan kebijaksanaan. Coba dik, pernah dengar berita nelayan ditangkap KPK apa tidak? Atau petani yang terlibat kasus suap? Atau buruh yang jadi buronan interpol? Itu sedikit contoh bahwa ilmu tinggi dan kekayaan tidak berjalan lurus dengan kebijaksaan dan mental yang benar. 

Nabi Muhammad SAW sendiri pernah mengingatkan, "Demi Allah bukanlah kemiskinan yang paling aku takutkan menimpa kalian, akan tetapi yang aku takutkan adalah dihamparkan kepada kalia kekayaan dunia, sebagaimana telah dihamparkan kepada umat sebelum kalian, lalu kalian berlomba-lomba mendapatkannya sebagaimana mereka berlomba-lomba mendapatkannya hingga kalian binasa sebagaimana mereka binasa."

Ah, dik. Maafkan aku yang sok bijaksana ini. Masih sangat jauh langkahku untuk bisa jadi manusia seutuhnya. Tapi setidaknya aku sudah mengingatkanmu biar setinggi apapun impianmu, tidak membuatmu lupa siapa dirimu sebenarnya dan tidak membuatmu lupa nasib orang-orang disekitarmu. Selamat Hari Pendidikan, dik. Dari sekarang, belajarlah lewat media apapun dan jadilah manusia! OK? Sanggup? Kamu pasti bisa! I’m so proud of you.

Kenikmatan yang Terlupakan

Dik, besar kecilnya nikmat yang diberikan Tuhan, memang sudah sepatutnya kita syukuri. Namun akan lebih baik jika kita lebih banyak bersyukur dan berterima kasih kepada hal-hal kecil deh? Kepada cottonbud, tusuk gigi, masker, penjual bensin eceran, tukang tambal ban, WC umum, warung burjo, dan hal-hal kecil lainnya yang keberadaannya seringkali disepelekan manusia. Bersyukurlah, karena keberadaan mereka seakan menggenapi hari-hari kita yang selalu terburu-buru. Bersyukurlah, karena keberadaan mereka mengingatkan kita bahwa kenikmatan dunia tidak selalu tentang banyaknya uang, pujian orang, dan pasangan yang selalu bergonta-ganti.

Coba sesekali rasakan kenikmatan-kenikmatan yang Tuhan titipkan pada mereka. Rasakan kenikmatan luar biasa yang muncul saat kamu mengorek kuping dengan cottonbud. Rasakan perasaan puas yang datang saat kamu berhasil membersihkan bekas sambal yang nyelilit di gigimu dengan tusuk gigi. Rasakan hangat nafasmu di dalam masker yang melindungimu dari asap hitam knalpot bus. Rasakan heroisme yang muncul dari sosok bapak penjual bensin eceran dan tambal ban, sehingga kamu tidak jadi datang terlambat ke kantor dengan bau badan menyengat karena menuntun sepeda motor terlalu jauh. Rasakan perutmu yang lega dan terasa ringan saat kamu akhirnya bisa buang air di WC umum, setelah sebelumnya berkeringat menahan berak ditengah kemacetan selama berjam-jam. Rasakan pula ketulusan hati dari mas-mas warung burjo yang rela bangkit dari kantuknya dan dengan ikhlas membuatkanmu semangkuk mie instan saat kamu kelaparan tengah malam dan keuanganmu sedang menipis.

Tuh dik, Tuhan memang sangat all out dalam menyayangi hambanya. Kasih sayang-Nya meliputi segalanya, bahkan sampai ke tempat-tempat yang sering kita anggap kotor dan menjijikkan. Tuhan juga menitipkan kasih sayang-Nya lewat tangan orang-orang yang seringkali termarjinalkan dalam kehidupan sosial. Itu kenapa Tuhan menyuruh kita untuk juga ikut all out dalam bersyukur.  Bukan untuk-Nya, tapi untuk diri kita sendiri. Coba kamu hitung berapa nikmat Tuhan yang kamu rasakan hari ini, mulai dari bangun tidur sampai mau tidur lagi. Masih adakah celah untuk sombong?

Belajar Cinta dari Berboncengan

Dik, kalau aku lagi nyetir motor dan kamu yang aku bonceng, kira-kira kamu bakal diem aja atau ikut-ikutan menentukan arah? Misalnya kaya, "Awas mas! Ngerem mas! Jangan terlalu tengah mas!" dan seterusnya. Kira-kira kalau sepanjang perjalanan kamu bicara seperti itu terus, mengganggu tidak? Buatmu mungkin tidak, tapi buatku itu sangat mengganggu.

Dik, kan kita sudah punya tujuan sebelum memutuskan bahwa kamu yang membonceng dan aku yang menyetir? Itu kan juga sudah menjadi kesepakatan kita berdua kalau aku menjadi supirnya dan kamu menjadi penumpangnya. Tugas supir adalah berkendara dengan hati-hati, memperhatikan jalan dan segala peraturannya. Tugas penumpang adalah percaya sama supir sambil berdoa dalam hati biar semua selamat sampai tujuan. Kira-kira begitulah idealnya hubungan antara supir dan penumpang, dik. Supaya apa? Supaya sama-sama enak, nggak berantem di jalan, dan nggak kecelakaan. Boleh saling mengingatkan, asal tidak sampai berlebihan.

Nah dik, hubungan laki-laki dan perempuan juga sama seperti itu. Ada yang jadi imam, ada yang jadi makmum. Tujuannya apa? Biar hubungan berjalan seimbang. Bukan untuk membatasi kebebasan satu sama lain. Mentang-mentang laki-laki itu imam, lantas bisa seenaknya sendiri. Itu namanya egois. Nggak bener. Terus mentang-mentang perempuan itu jadi makmum, lalu minta ini-itu dan susah dibimbing. Sama saja. Imam dan makmum itu satu kesatuan, dik. Sebuah mekanisme kerja yang sudah Tuhan ajarkan dari dulu biar manusia bisa hidup selaras, sejalan, dan seimbang dengan segala keterbatasannya.

Coba sesekali kamu bayangkan, dik. Aku lagi boncengin kamu jalan-jalan naik motor, lalu di jalan kamu bawa-bawa paham feminisme dan kesetaraan hak sebagai manusia untuk ikut mengatur kapan ngerem, kapan nyalip, kapan mengklakson, kapan belok, dan seterusnya. Aduh dik, bisa-bisa kita bakalan jatuh nyungsep lalu nyemplung got dan ditertawakan orang deh. Lha kenapa? Karena kita tidak melakukan tugas kita masing-masing sebagaimana mestinya.

Jadi begitu ya, dik? Semoga kamu paham apa yang aku maksud. Aku tidak mau mengubah apapun darimu kecuali nama belakangmu. Itupun kalau besok kita jadi menikah. Aku cuma ingin hidup kita bisa jadi tuntunan bagi orang lain, bukan malah jadi tontonan. By the way, terima kasih sudah berusaha mengingatkanku.

Tentang Karma

"Awas aja. Karma does exist!"
"Biarin aja. Biar dia mampus kena karma!"
"Semoga kena karma, deh. Biar tahu apa yang kurasain."
"Kalau bukan dia yang kena karma, paling juga kena adiknya atau keluarganya."

Jujur saja, aku agak miris dengan kalimat-kalimat seperti itu. Entah bagaimana mekanismenya, Karma kerap dijadikan alasan orang-orang yang sakit hati untuk menghibur diri. Makna karma seakan-akan dipersempit hanya untuk mencari pembenaran tindakan mereka saja. Bahkan, seringkali mereka menggunakan istilah "Karma" untuk menyalahkan orang lain atas rasa sakit hati yang kadang mereka buat-buat sendiri. Mereka terlalu sibuk untuk menyalahkan orang lain, sampai lupa bertanya pada diri sendiri, "Sebenarnya, apa yang sudah aku lakukan selama ini, sampai aku mendapatkan balasan seperti itu?" 

Hei! Bukankah semua makhluk hidup bertanggung jawab atas perbuatan mereka, beserta akibat yang ditimbulkan olehnya? Bukankah kamu sendiri yang memaksa membawa-bawa ayat Tuhan bahwa Ia akan memberikan balasan atas kebaikan atau kejahatan sekecil apapun itu? Lalu, mengapa kamu malah meninggikan suara untuk menyalahkan, daripada merendahkan hati untuk saling mendoakan kebaikan? Dengan logika yang kontradiktif seperti itu, apakah Tuhan yang Maha Perasa akan setuju dengan sikapmu?

Berhentilah playing the victim. Berhentilah berpura-pura menjadi korban dan mencitrakan diri seolah-olah dirimu adalah yang paling terdzalimi. Berhentilah menggiring opini orang-orang terdekatmu untuk berempati kepadamu dan mengikuti langkahmu menyalahkan orang lain. Hentikanlah dramaturgimu dan mulailah memberikan cinta dan makna pada orang lain lewat hal-hal kecil yang bisa kamu lakukan. Mulailah mendoakan kebaikan pada orang lain. Ingatkah kamu kapan terakhir kali kamu mendoakan kebaikan untuk orang lain? Atau hari-harimu habis untuk mengharapkan jatuhnya hal buruk pada orang lain?

Benar atau tidak, menurutku, yang terpenting dari menghadapi masalah adalah tindakan kita sendiri. Bukan mengharapkan balas dengan mengutuk orang-orang yang kita anggap salah menggunakan "Karma". Dan jika memang karma itu benar adanya, bukankah lebih baik bila kita berfokus pada cara terbaik memberi cinta, agar "Karma" memberikan cinta itu kembali pada kita?

Singwisyowis

Setelah sekian lama, aku kembali mendengar suara yang sangat kukenal. Tidak banyak yang dibicarakan. Lebih banyak diam, tenggelam dalam kedalaman pikiran masing-masing. Namun, ia tidak kunjung menutup teleponnya. Entah apa alasannya. 

Terkadang, yang telah lama diikhlaskan pergi, akan menjadi kurang nyaman jika datang kembali. Ada semacam perasaan kecewa dan ingatan yang datang diwaktu yang kurang tepat.

Tolong, tidak usah kembali lagi dengan alasan "masih peduli." Jika kamu masih peduli, kamu tidak pernah memilih untuk pergi. Orang yang dulu kamu tinggalkan, sekarang sudah mulai tumbuh dan kembali berdaya.

Duh Gusti

"Duh Gusti..." Keluhku sambil mengacak-acak rambutku sendiri. 
Kemudian aku memejamkan mata dan melirik ke arah Tuhan. 
Ia hanya tersenyum penuh makna dan mulai berkata:

"Tenang aja, Le. Lulus, lulus.. Dapet kerja, dapet kerja.. Bisnis lancar, bisnis lancar.. Punya jodoh, punya jodoh.. Fokus aja sama yang ada di depanmu itu."

Aku kembali membuka mata, lalu tersenyum tenang dan menang. 

Bila Hari Ini Malaikat Maut Datang Mengunjungi Kita



Bila hari ini malaikat maut datang mengunjungi kita, tanpa salam dan sapa. Bila hari ini adalah batas terakhir yang diberikan Tuhan kepada kita untuk hidup di dunia, apa yang akan kita lakukan? Akankah kita datang menemuinya dengan pipi merah merona dan senyum ceria, atau malah dengan kekalutan dan pasrah yang terpaksa? 

Bila tiba-tiba utusan Tuhan itu datang tanpa kita sangka, kemudian ia duduk di sebelah kita. Sudikah ia bersikap manis pada kita? Menatap mesra mata kita, mengusap halus rambut kita, kemudian sembari mendekatkan diri ke telinga kita, ia berbisik lembut, "Bismillahirrahmanirrahim... inilah saatnya, teman. Tuhan sudah menunggumu." Ataukah ia akan datang dengan wajah beringas? Menatap mata kita dengan jijik, memegang tubuh kita dengan amarah, cakar-cakar tajamnya seakan menusuk kulit sampai ke lapisan terdalam. Sambil menahan muntah ia berkata, "Inilah saatnya, wahai manusia tak tahu diri! Bersiaplah! Ini akan sangat menyakitkan. Me-Nya-Kit-Kan!"

Lalu apabila waktu itu datang. Malaikat maut mulai menjalankan tugasnya. Kemudian kita dapat merasakan sakit yang teramat sangat dari ujung kaki kita, sedikit demi sedikit naik sampai lutut, kemaluan, berlanjut hingga perut. Kalimat apa yang akan kita ucapkan? Akankah terucap maaf untuk orang tua kita atas semua kecewa yang kita beri? Akankah terucap maaf untuk teman-teman kita yang sering kita gunjing dan sebarkan keburukannya? Akankah terucap maaf untuk Tuhan, atas taubat-taubat yang selalu tertunda? Atau bibir kita hanya mampu mendesis lirih menahan sakit yang tak terkira, kemudian sesekali memaki, "Bangsaaaaat! Sakiiiit Anjiiiinggg!"

Bila kemudian rasa sakit itu terus menjalar keseluruh tubuh kita. Ia mulai bergerak naik ke dada, lalu perlahan menuju tenggorokan, menyisakan nafas yang tinggal beberapa hembus lagi. Akankah ingatan atas dosa-dosa, menari-nari di depan mata kita? Akankah kita bernegosiasi dengan Tuhan, meminta tambahan waktu barang sehari-dua hari saja? Akankah kita merengek dan menangis kepada Tuhan untuk menunda janji-Nya barang beberapa jam saja? 

Bila, ini bila. Bila Ternyata Tuhan berbaik hati memberikanmu waktu tambahan selama tiga jam saja, apa yang pertama kali akan kamu lakukan? Akankah kamu menceritakannya ke semua orang yang kamu kenal? Akankah kamu buru-buru menulis kisahmu dalam laptop? Akankah kamu mengambil smartphone-mu untuk selfie sambil menuliskan status, "Baru saja selamat dari malaikat maut, nih."? Akankah kamu mengirim SMS kepada kekasihmu untuk datang ke rumah dan memberikan sebuah pelukan? Ataukah kamu ingin mengambil wudhu dan alat salat di tumpukan paling bawah dalam lemarimu, kemudian melaksanakan salat yang sudah lama kamu tinggalkan? Ataukah kamu ingin membuka kembali Al-Qur'an yang sampulnya sudah lusuh, tertutup debu tebal? Ataukah kamu ingin bersujud dan menciumi kaki ibumu? Atau bagaimana?! Apa yang akan kamu lakukan?!

"Tiap-tiap yang bernyawa, pasti akan merasakan mati." (QS. 3:185)

Tiba-tiba semua menjadi gelap. Tidak ada lagi kerling mata yang menarik hati. Tidak ada lagi bibir tipis yang menggoda untuk dicucupi. Tidak ada lagi rambut indah yang selalu disisiri. Tidak ada lagi wajah yang selalu dikagumi. Tidak ada lagi dada yang selalu mengundang birahi. Tidak ada lagi pinggul yang menantang untuk digerayangi. Tidak ada lagi kemaluan yang ditutupi. Tidak ada lagi betis indah yang hanya membuat iri. Hanya ada seonggok daging berbentuk tubuh manusia, berwarna pucat kebiruan. Tanpa busana. Tanpa suara. Tanpa tenaga.

Bila hari itu datang, aku, kamu, dan kita, harus menghadapinya!

Jujur

Kejujuran yang setengah-setengah, sama saja dengan sebuah kebohongan. dan tidak ada yang lebih mengecewakan daripada kebohongan yang terucap dari mulut seseorang yang paling kamu percaya.

Dek, kamu tahu apa yang paling mahal di dunia ini? kepercayaan. Kita bisa saja membentuk image dan membangun kepercayaan sedemikian rupa, tapi sekali saja kepercayaan itu disalah gunakan, maka hubungan sepasang manusia tidak akan lagi sama dengan sebelumnya. Pudar, pudar, semakin kabur, dan... Hilang.

Dek, dalam perjalanan ini, semoga Allah selalu membersamai dan menjaga hati kita dari keragu-raguan dan prasangka. Percayakan padaku lalu pasrahkan pada-Nya. Bersamaku, kamu aman, kamu terjaga. inshaAllah.

Mengikhlaskanmu

Dek, kamu tahu tidak? Dalam pencarian yang cukup panjang ini, bagiku, mengikhlaskan adalah sekuat-kuatnya mengikat. Dan melalui tulisan ini, aku mencoba untuk mengikhlaskanmu.

Jika dalam pencarian ini kamu lebih dulu menemukan ia yang akan mendampingimu dan dalam prosesnya, ia sering membuatmu kesal, maka bersabarlah. Sebab barangkali diantara mimpi-mimpinya ada yang bermula dari dirimu. Dirinya yang berproses itu adalah untuk memperjuangkanmu.

Lelaki butuh waktu. Dunianya tidak melulu tentangmu. Ada orang tua, keluarga, pekerjaan, dan impian-impiannya yang harus dikejar. Jadilah perempuan yang bisa memahami, mengerti, serta memberi porsi yang pas antara kapan harus hadir dan kapan harus memberi ruang. Jadilah pendukung setia tanpa harus membuatnya terkekang.

Dukunglah ia dengan perhatian dan doa-doamu. Barangkali hasilnya memang tidak langsung terasa, tapi suatu saat ia akan tahu bahwa kamu bisa menjadi tempat ia bersandar disaat perempuan lain menyerah dan hanya bisa bersungut karena tidak ditemani setiap hari. Jadilah perempuan yang bisa memberi disaat perempuan lain hanya bisa menuntut.

Bersabarlah, dek. Jika ia memang lelaki baik-baik, dia akan bertahan dan memperjuangkan hidupnya untuk mampu menghidupimu. Dia akan membanting tulangnya untuk menjadi tulang punggung yang kokoh bagimu. Kesabaranmulah yang menentukan apakah kamu bisa menjadi bagian dari masa depannya atau tidak.

Dek, melalui tulisan ini sekali lagi aku mencoba mengikhlaskanmu. Pesanku, jadilah perempuan itu. Perempuan yang bisa diandalkan, bukan penghambat masa depan. Apa kamu sanggup?


Matamu

Sesekali, aku ingin berubah menjadi sepasang bola matamu. Aku ingin mengetahui hal apa saja yang kau suka dan tidak suka, juga caramu memandang dunia. Aku ingin belajar memahami rasa sedihmu dan caramu berusaha tegar menutupinya. Aku ingin membaca apa yang kau baca dan melihat apa yang kau lihat. Aku ingin lebih dulu terjaga sebelum adzan subuh tiba dan terpejam lebih cepat saat harimu melelahkan. Aku ingin mengerti rasanya menjadi matamu dan mencari tahu adakah debar yang turun ke hati saat kamu melihatku.

Dek, mungkin sekarang belum saatnya aku bisa mencintaimu seperti itu. Berani mencintaimu, berarti juga harus berusaha mengerti semua tentangmu. Aku memang harus mengerti, untuk bisa menyelami lautan pemikiranmu atau sekadar menari-nari di taman perasaanmu. Aku pernah berimajinasi, bisa memiliki memory card dengan kapasitas tak terhingga, tertanam di mataku. Aku ingin menyimpan semangat yang terpancar dari sorot matamu dan keanggunan yang tertanam rapi di senyummu.

Dek, Aku memang menyukai matamu, tapi aku lebih menyayangi mataku. Aku harus menjaga mataku, biar aku bisa melihat matamu dan menyimpan senyummu. Lalu akan kumainkan berulang-ulang saat hariku sendu.

Tanam dan Rawat

sesuatu yang kita tanam tapi tidak kita rawat, akan tumbuh menjadi semak belukar yang tumbuh kekar, mengakar liar, dan membentuk simpul-simpul yang melilit rumit. tidak indah dipandang mata, tidak nyaman dirasakan hati.

pun juga kita. keinginan menanam rasa pada seseorang harus diimbangi dengan ketelatenan untuk merawatnya. bersedia meluaskan hati untuk memahami, menguatkan doa untuk menaungi, dan membebaskan benalu egoisme diri sendiri.

assalamu'alaikum, dek. semoga kita mampu untuk merawat apapun yang kita tanam, sampai akhirnya bisa kita  nikmati keindahannya bersama-sama.

NIAT

"Innamal A'malu Binniyat Wa Innama Likullimriin Ma Nawa" 
Sesungguhnya segala perbuatan itu disertai dengan niat dan segala perkara itu tergantung apa yang diniatkan. (HR Bukhari)




Niat ibarat sebuah pertigaan di jalanan kota. Ia menentukan mau dibawa kemana kaki kita melangkah. Ia lebih halus dari butir pasir dan lebih mikro dari atom. Ia berbahaya. Merasuki hati tanpa kita rasa. Batas surga dan neraka seakan berada dalam genggamannya. Terkadang, niat membuat kita menjadi tentara kebenaran yang membantai keburukan-keburukan diri. Di waktu lain, ia menjadikan kita sebagai budak kebathilan yang enggan menerima kebenaran. Niat ibarat sebuah ombak tinggi di samudera, mengombang-ambingkan perahu jiwa dalam keraguan. Bahkan, kapten kapal yang paling mahir pun terkadang dipaksa pasrah pada kekuatan ombak. Hanya keyakinan penuh pada Sang Penciptalah yang membuatnya tetap berani untuk terus mengendalikan kapal kehidupan.

Menjadi Tua Bersamamu



Assalamu'alaikum.

Ka, malam ini aku baru saja melihat kembali video yang aku buat sekitar dua tahun lalu, saat aku belum mengenalmu. Aku masih ingat bagaimana peningnya kepalaku saat menggambar ratusan scene itu dan menatanya satu persatu agar ia terlihat bergerak dan hidup. Dalam ilmu videografi, teknik itu disebut stop motion. Dibantu oleh seorang temanku, aku menyelesaikan project itu dalam satu bulan. Selama itulah aku merelakan jam tidurku berkurang untuk hal yang aku harap mampu membuat siapapun yang melihatnya tersipu malu. Semoga saja.

Sejak kali pertama aku mendengar lagu "I Wanna Grow Old With You" yang dinyanyikan oleh Adam Sandler dalam sebuah film lawas, aku berniat membuat dan menyimpan video yang berdurasi tak lebih dari dua menit ini untuk kemudian kuberikan kepada seseorang yang menurutku benar-benar berhak mendapatkannya.

Waktu membawaku padamu.

***

Ingatanku terlempar ke hari-hari pertama saat kita saling belajar jatuh cinta. Kamu menjadi mahasiswi semester satu yang polos dan lugu, sementara aku menjadi mahasiswa semester tujuh yang sok dan belagu. Kita bertukar senyum dengan malu-malu. Beberapa bulan kemudian, kita saling bertelepon penuh canda. Baru berhenti jika salah satu dari kita kehabisan pulsa.

I wanna make you smile,
Whenever you are sad.
Carry you around,
When your arthritis is bad.
All I wanna do is grow old with you.

Aku ingat saat kali pertama aku mengantarmu pulang dari sebuah acara keakraban mahasiswa baru yang diadakan oleh pihak kampus. Dingin udara malam tidak mampu meredam panas-dingin tubuhku yang gugup saat kamu merapatkan tubuhmu ke tubuhku.
      
"Jalannya pelan-pelan. Aku takut!" katamu setengah berteriak, mencoba mengalahkan bising suara knalpot motor yang lalu lalang di jalan yang kita lewati.
       
"Siap, mbak! tukang ojek mah nurut apa kata penumpang biar dibayar mahal!" candaku sambil perlahan-lahan memperlambat laju motorku.

Mungkin kamu tidak sadar, Ka. Sering aku memperlambat laju motorku saat mengantarmu pulang. Itu ulah rinduku yang menolak perpisahan. Sebab ketika kita sampai di depan kost mu, melihat punggungmu hilang ditelan gerbang yang menutup, kemudian pergi setelahnya, dengan keterlaluannya rindu langsung menampilkan diri.

Begitulah, betapa aku ingin berlama-lama memboncengmu dan membicarakan hal-hal ringan diatas sepeda motorku.

Kalau kau tahu, Ka. Denganmu, aku mulai berhenti mengutuk kemacetan lalu lintas dan mulai belajar menikmatinya. Karena setiap detik bersamamu kunikmati.

I'll get you medicine when your tummy aches
Build your fire if the furnace breaks
Oh, it could be so nice growing old with you.

Ka, ingatkah kamu saat kamu secara tiba-tiba meneleponku tengah malam, mengeluhkan perutmu yang sakit dan kepalamu yang terasa berat? Dari suaramu, aku bisa menebak bahwa kamu sedang menahan sakit yang teramat sangat. Mungkin saat itu kamu juga sedang menahan tangis. Ka, detik itu, kamu berhasil membuatku ketakutan!

Saat itu aku sedang lembur mengerjakan skripsi yang harus aku serahkan kepada dosenku keesokan hari. Mendengar kabarmu, aku segera berganti pakaian dan menyiapkan motor bututku untuk kemudian menuju minimarket terdekat dan membelikanmu beberapa buah biskuit, sekaleng susu, dan sekotak obat. Sampai di depan kost-mu, aku baru tersadar bahwa aku tidak sempat mengenakan jaket. Kau bisa bayangkan, hawa dingin kota ini menusuk hingga ke sumsum tulangku, menggigilkan tubuh kurusku. Meski aku tahu bahwa angin malam tidak baik untuk kesehatanku. Tapi, mendengarmu menahan sakit, aku menjelma menjadi tokoh superhero yang tidak mempedulikan dingin, panas, atau apapun yang menghambat pertemuanku denganmu. Aku ingin menjagamu sedemikian rupa. Aku ingin memastikan kamu baik-baik saja.

I'll miss you
Kiss you
Give you my coat when you are cold

Need you
Feed you
Even let you hold the remote control

Ka, bukankah jatuh cinta berarti bicara tentang pengorbanan? Bukankah jatuh cinta berarti bicara tentang keberanian yang muncul entah darimana datangnya? Bukankah seseorang yang sedang jatuh cinta, sering melakukan hal-hal yang tidak masuk akal hanya untuk mendapatkan perhatian? Bukankah jatuh cinta berarti bicara tentang keikhlasan mengurangi ego dan memperluas sabar?

Bagi seorang lelaki, jatuh cinta berarti keberanian menghalau kecoa, cicak, atau apapun yang membuatmu menjerit ketakutan. Bagi seorang lelaki, jatuh cinta berarti sudi menahan dingin karena berbagi jaket dan mengenakannya ke tubuhmu saat melihatmu mengigil. Bagi seorang lelaki, jatuh cinta berarti menggenggam tanganmu saat menyeberang dan berjalan di sisi luar jalan hanya untuk melindungimu. Bagi seorang lelaki, jatuh cinta berarti menyediakan bahunya yang tidak begitu bidang sebagai tempatmu menangis, memasang telinga untukmu menceritakan lelucon yang sama berulang-ulang, dan pelukan-pelukan untuk menenangkanmu yang terkadang berpikir kejauhan.

So let me do the dishes in our kitchen sink
Put you to bed if you've had too much to drink

Ka, aku bahagia bisa membuat video ini dan memberikannya untukmu. Aku bahagia bisa menuliskan surat ini meski aku ragu kamu memiliki waktu untuk membacanya. Sesekali, izinkan aku merasakan kembali lembut telapak tanganmu saat kamu menyalamiku sambil berkata, "Ih, kamu.. Terima kasih... Terima kasih... Aku suka banget.. Ini manis banget...". Izinkan aku melihat kembali matamu yang sembab, tapi bahagia itu.

Sementara aku merindukan wajahmu yang tersenyum manis dan memperlihatkan lesung pipit di pipi merah mudamu itu, lagu dalam video ini sudah sampai di bagian terakhirnya.

Oh, I could be the man... who grows old with you..
I wanna grow old with you..

Kamu boleh menganggapku aneh, Ka. Kamu boleh menganggap semua ini tidak masuk akal. Tapi aku tidak pernah memutuskan kepada siapa aku bisa jatuh cinta. Ia mengalir begitu saja seperti rintik hujan yang membasahi bumi, kemudian bermuara di kedalaman matamu. Sejak jatuh cinta kepadamu di usia yang masih terlalu muda, aku memang selalu bukan seperti lelaki biasanya. Aku harus memiliki tujuan jangka panjang. Aku harus mempersiapkannya dari sekarang.. Aku harus mempersiapkannya dari sekarang..

Ka,
Aku mencintaimu.
Aku ingin menjadi tua bersamamu.

Wassalamu'alaikum.


Bersyukur

Saka, lapar atau rakus (kaya koruptor)?

Di dunia ini, tidak ada yang benar-benar miskin, Ka.
Tidak ada yang benar-benar kekurangan.

Tuhan menciptakan tawa dan tangis. Tuhan mematikan dan menghidupkan. Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan. Tapi Tuhan tidak pernah menciptakan kekayaan dan kemiskinan. Ia menyandingkan kekayaan dengan kecukupan. (*)

Sebenarnya, kita lah yang menciptakan kemiskinan itu lewat standar yang kita buat-buat sendiri.

Seringkali, kita merasa iri kepada mereka yang selalu terpenuhi kebutuhannya karena memiliki banyak harta dan kekuasaan. Padahal, sebenarnya posisi mereka sama dengan kita; sama-sama sedang diuji. Orang kaya, diuji dengan hartanya. Orang pandai, diuji dengan ilmunya. Penguasa, diuji dengan kedudukannya. Orang tertindas, diuji kesabarannya. 

Ka, pada hakikatnya, kita hanya perlu hidup berkecukupan.
Seseorang bisa saja memiliki ratusan pakaian mahal, tapi ia hanya mampu mengenakannya satu sekali waktu. Seseorang bisa saja memiliki banyak makanan lezat di meja makannya, tapi ia hanya mampu menghabiskan beberapa sampai ia kenyang. Seorang tukang bangunan tidak membutuhkan stetoskop dan jarum suntik untuk membangun rumah. Pun juga dokter, tidak membutuhkan linggis dan sekop untuk mengobati pasiennya. Ikan tidak membutuhkan paru-paru untuk bernafas, seperti halnya harimau yang tidak membutuhkan insang untuk beraktivitas.

Bukankah apapun yang kita miliki tapi tidak kita butuhkan, hanya akan membebani kita, Ka?

Ka, setiap orang memiliki peran masing-masing dalam tatanan semesta. Kita tidak bisa menyamaratakannya dengan standar yang kita buat-buat sendiri. Tuhan sangat baik dengan memberikan secukupnya, sesuai apa yang kita butuhkan. Walau terkadang tidak selalu sama dengan yang kita inginkan. Sayangnya, banyak sekali dari kita yang lupa akan hal itu. "Sawang Sinawang", kalau kata orang Jawa bilang.

Bersyukurlah dengan apa yang kita miliki sekarang, Ka. Dengan bersyukur, kita tidak akan merasa miskin dan akan tetap tersenyum karena merasa cukup.

______________________________
(*) lihat Quran Surah An Najm (53) ayat 43-45 dan 48.

BA(L)IKAN

Bersamamu, aku merdeka. Pun juga kau terhadapku; tanpa undang-undang, tanpa rambu-rambu, dan palang.

Kau bisa menjadi gunung yang kusanjung dan menjadi laut, tempat rasaku berenang. Atau menjadi kertas, tempat dimana puisi-puisiku menetas. 

Sebenarnya, selama kita merasa bahagia, kita bisa menghias dunia kita dengan penuh rasa dan cerita.

Tidak perlu lah kau marah padaku, lewat bahasa tubuhmu yang bicara tanpa suara dan aksara itu.

Mataku dan matamu memang bertatap pandang, tapi mulutmu tetap tertutup malas. Memaksaku masuk kedalam dimensi kesunyian, dimana aku menjadi orang asing bagimu. 

Kau yang berbuat salah, kau juga yang marah. Perasaanmu yang kalah, tapi tetap aku yang harus mengalah. Ah, dasar perempuan. 

Lalu, bagaimana?