Tentang Karma

"Awas aja. Karma does exist!"
"Biarin aja. Biar dia mampus kena karma!"
"Semoga kena karma, deh. Biar tahu apa yang kurasain."
"Kalau bukan dia yang kena karma, paling juga kena adiknya atau keluarganya."

Jujur saja, aku agak miris dengan kalimat-kalimat seperti itu. Entah bagaimana mekanismenya, Karma kerap dijadikan alasan orang-orang yang sakit hati untuk menghibur diri. Makna karma seakan-akan dipersempit hanya untuk mencari pembenaran tindakan mereka saja. Bahkan, seringkali mereka menggunakan istilah "Karma" untuk menyalahkan orang lain atas rasa sakit hati yang kadang mereka buat-buat sendiri. Mereka terlalu sibuk untuk menyalahkan orang lain, sampai lupa bertanya pada diri sendiri, "Sebenarnya, apa yang sudah aku lakukan selama ini, sampai aku mendapatkan balasan seperti itu?" 

Hei! Bukankah semua makhluk hidup bertanggung jawab atas perbuatan mereka, beserta akibat yang ditimbulkan olehnya? Bukankah kamu sendiri yang memaksa membawa-bawa ayat Tuhan bahwa Ia akan memberikan balasan atas kebaikan atau kejahatan sekecil apapun itu? Lalu, mengapa kamu malah meninggikan suara untuk menyalahkan, daripada merendahkan hati untuk saling mendoakan kebaikan? Dengan logika yang kontradiktif seperti itu, apakah Tuhan yang Maha Perasa akan setuju dengan sikapmu?

Berhentilah playing the victim. Berhentilah berpura-pura menjadi korban dan mencitrakan diri seolah-olah dirimu adalah yang paling terdzalimi. Berhentilah menggiring opini orang-orang terdekatmu untuk berempati kepadamu dan mengikuti langkahmu menyalahkan orang lain. Hentikanlah dramaturgimu dan mulailah memberikan cinta dan makna pada orang lain lewat hal-hal kecil yang bisa kamu lakukan. Mulailah mendoakan kebaikan pada orang lain. Ingatkah kamu kapan terakhir kali kamu mendoakan kebaikan untuk orang lain? Atau hari-harimu habis untuk mengharapkan jatuhnya hal buruk pada orang lain?

Benar atau tidak, menurutku, yang terpenting dari menghadapi masalah adalah tindakan kita sendiri. Bukan mengharapkan balas dengan mengutuk orang-orang yang kita anggap salah menggunakan "Karma". Dan jika memang karma itu benar adanya, bukankah lebih baik bila kita berfokus pada cara terbaik memberi cinta, agar "Karma" memberikan cinta itu kembali pada kita?

Singwisyowis

Setelah sekian lama, aku kembali mendengar suara yang sangat kukenal. Tidak banyak yang dibicarakan. Lebih banyak diam, tenggelam dalam kedalaman pikiran masing-masing. Namun, ia tidak kunjung menutup teleponnya. Entah apa alasannya. 

Terkadang, yang telah lama diikhlaskan pergi, akan menjadi kurang nyaman jika datang kembali. Ada semacam perasaan kecewa dan ingatan yang datang diwaktu yang kurang tepat.

Tolong, tidak usah kembali lagi dengan alasan "masih peduli." Jika kamu masih peduli, kamu tidak pernah memilih untuk pergi. Orang yang dulu kamu tinggalkan, sekarang sudah mulai tumbuh dan kembali berdaya.

Duh Gusti

"Duh Gusti..." Keluhku sambil mengacak-acak rambutku sendiri. 
Kemudian aku memejamkan mata dan melirik ke arah Tuhan. 
Ia hanya tersenyum penuh makna dan mulai berkata:

"Tenang aja, Le. Lulus, lulus.. Dapet kerja, dapet kerja.. Bisnis lancar, bisnis lancar.. Punya jodoh, punya jodoh.. Fokus aja sama yang ada di depanmu itu."

Aku kembali membuka mata, lalu tersenyum tenang dan menang. 

Bila Hari Ini Malaikat Maut Datang Mengunjungi Kita



Bila hari ini malaikat maut datang mengunjungi kita, tanpa salam dan sapa. Bila hari ini adalah batas terakhir yang diberikan Tuhan kepada kita untuk hidup di dunia, apa yang akan kita lakukan? Akankah kita datang menemuinya dengan pipi merah merona dan senyum ceria, atau malah dengan kekalutan dan pasrah yang terpaksa? 

Bila tiba-tiba utusan Tuhan itu datang tanpa kita sangka, kemudian ia duduk di sebelah kita. Sudikah ia bersikap manis pada kita? Menatap mesra mata kita, mengusap halus rambut kita, kemudian sembari mendekatkan diri ke telinga kita, ia berbisik lembut, "Bismillahirrahmanirrahim... inilah saatnya, teman. Tuhan sudah menunggumu." Ataukah ia akan datang dengan wajah beringas? Menatap mata kita dengan jijik, memegang tubuh kita dengan amarah, cakar-cakar tajamnya seakan menusuk kulit sampai ke lapisan terdalam. Sambil menahan muntah ia berkata, "Inilah saatnya, wahai manusia tak tahu diri! Bersiaplah! Ini akan sangat menyakitkan. Me-Nya-Kit-Kan!"

Lalu apabila waktu itu datang. Malaikat maut mulai menjalankan tugasnya. Kemudian kita dapat merasakan sakit yang teramat sangat dari ujung kaki kita, sedikit demi sedikit naik sampai lutut, kemaluan, berlanjut hingga perut. Kalimat apa yang akan kita ucapkan? Akankah terucap maaf untuk orang tua kita atas semua kecewa yang kita beri? Akankah terucap maaf untuk teman-teman kita yang sering kita gunjing dan sebarkan keburukannya? Akankah terucap maaf untuk Tuhan, atas taubat-taubat yang selalu tertunda? Atau bibir kita hanya mampu mendesis lirih menahan sakit yang tak terkira, kemudian sesekali memaki, "Bangsaaaaat! Sakiiiit Anjiiiinggg!"

Bila kemudian rasa sakit itu terus menjalar keseluruh tubuh kita. Ia mulai bergerak naik ke dada, lalu perlahan menuju tenggorokan, menyisakan nafas yang tinggal beberapa hembus lagi. Akankah ingatan atas dosa-dosa, menari-nari di depan mata kita? Akankah kita bernegosiasi dengan Tuhan, meminta tambahan waktu barang sehari-dua hari saja? Akankah kita merengek dan menangis kepada Tuhan untuk menunda janji-Nya barang beberapa jam saja? 

Bila, ini bila. Bila Ternyata Tuhan berbaik hati memberikanmu waktu tambahan selama tiga jam saja, apa yang pertama kali akan kamu lakukan? Akankah kamu menceritakannya ke semua orang yang kamu kenal? Akankah kamu buru-buru menulis kisahmu dalam laptop? Akankah kamu mengambil smartphone-mu untuk selfie sambil menuliskan status, "Baru saja selamat dari malaikat maut, nih."? Akankah kamu mengirim SMS kepada kekasihmu untuk datang ke rumah dan memberikan sebuah pelukan? Ataukah kamu ingin mengambil wudhu dan alat salat di tumpukan paling bawah dalam lemarimu, kemudian melaksanakan salat yang sudah lama kamu tinggalkan? Ataukah kamu ingin membuka kembali Al-Qur'an yang sampulnya sudah lusuh, tertutup debu tebal? Ataukah kamu ingin bersujud dan menciumi kaki ibumu? Atau bagaimana?! Apa yang akan kamu lakukan?!

"Tiap-tiap yang bernyawa, pasti akan merasakan mati." (QS. 3:185)

Tiba-tiba semua menjadi gelap. Tidak ada lagi kerling mata yang menarik hati. Tidak ada lagi bibir tipis yang menggoda untuk dicucupi. Tidak ada lagi rambut indah yang selalu disisiri. Tidak ada lagi wajah yang selalu dikagumi. Tidak ada lagi dada yang selalu mengundang birahi. Tidak ada lagi pinggul yang menantang untuk digerayangi. Tidak ada lagi kemaluan yang ditutupi. Tidak ada lagi betis indah yang hanya membuat iri. Hanya ada seonggok daging berbentuk tubuh manusia, berwarna pucat kebiruan. Tanpa busana. Tanpa suara. Tanpa tenaga.

Bila hari itu datang, aku, kamu, dan kita, harus menghadapinya!

Jujur

Kejujuran yang setengah-setengah, sama saja dengan sebuah kebohongan. dan tidak ada yang lebih mengecewakan daripada kebohongan yang terucap dari mulut seseorang yang paling kamu percaya.

Dek, kamu tahu apa yang paling mahal di dunia ini? kepercayaan. Kita bisa saja membentuk image dan membangun kepercayaan sedemikian rupa, tapi sekali saja kepercayaan itu disalah gunakan, maka hubungan sepasang manusia tidak akan lagi sama dengan sebelumnya. Pudar, pudar, semakin kabur, dan... Hilang.

Dek, dalam perjalanan ini, semoga Allah selalu membersamai dan menjaga hati kita dari keragu-raguan dan prasangka. Percayakan padaku lalu pasrahkan pada-Nya. Bersamaku, kamu aman, kamu terjaga. inshaAllah.