Valentine Day

10.46


VALENTINE DAY

pada suatu pagi, di sebuah warung kopi, karyo berdebat hebat dengan ningsih, "valentine, ningsih. valentine! lihatlah! orang kota ramai-ramai merayakannya. ayo, ning. ndak usah lebay gitu! ini acara yang luar biasa gegap gempitanya! orang sedunia merayakannya kecuali di kampung kita aja. kampung kita kuno! orangnya kolot! ndak bisa nerima hal baru!" ujar karyo keras sambil sesekali memukul2 meja. karyo seperti kesal dengan ningsih.

karyo melanjutkan, "ning, kamu boleh ndak suka dengan valentine, tapi bukan berarti semua orang harus sepemikiran sama kamu! orang kecil kaya kita ini hidupnya udah susah. apa salahnya cari hiburan tipis-tipis? terlalu kaku kamu!"

karyo menghisap dalam-dalam kreteknya lalu menghembuskan asapnya bak mafia di film laga. selepas itu, ia lanjut nyocot lagi, "ningsih, orang merayakan valentine sebagai simbol cinta. aku tahu, simbol cinta paling mulia itu nikah. tapi coba lihat keadaan sekarang, betapa zaman membuat kita sulit untuk menikah. mau nikah, syaratnya harus punya ini itu dulu. kalo ndak gitu, ndak bisa hidup katanya. padahal Tuhan kan sudah menjamin rezeki orang yang nikah? kalau takut sama masa depan, berarti secara ndak langsung ia ndak percaya kuasa Tuhan to?"

ningsih masih terdiam. "bila menurutmu merayakan valentine berarti meniru budaya kafir, lalu apa ukuran kekafiran itu sendiri? ning, ikut merayakan valentine bukan berarti kita kafir! ini adalah bentuk protes terhadap tuntutan sosial yang ndak masuk akal!" cerocos paryo.

ningsih berdiri sambil menahan marah. air matanya mengalir sampai lesung pipinya. "bukan itu mas! manusia memang sudah seharusnya mencintai sesamanya. tapi tidak dalam bentuk sekotak coklat, setangkai mawar, atau sebungkus kondom! cinta harus dirayakan dengan perjuangan yang lebih agung! dan jika dirasa merepotkan, bandingkan dengan cinta para prajurit PETA yang memberontak pada penjajah Jepang tepat hari ini, 72 tahun lalu dimana darah membanjiri jalanan dan mayat berserakan,"

dengan pilu, ningsih melanjutkan, "mas, aku ndak pernah maksa kamu sependapat denganku tapi aku punya sikap sendiri. aku ndak meninggalkan sejarah. selamat mengheningkan cipta!"

You Might Also Like

0 comments